Daftar Laman

Saturday, April 1, 2017

Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia dalam kurun waktu 2-3 dekade terakhir

     Perkembangan kelapa sawit (Elaeis Guineensis) di Sumatera dan Kalimantan mulai merambat ke lahan rawa lebak yang semula ditanami padi. Hal ini cukup menggembirakan karena pengusahaan kelapa sawit jauh lebih menjanjikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan padi. Namun, di pihak lain keadaan ini dapat menganggu ketahanan pangan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, merupakan tantangan baru dari pemerintah untuk merebut kembali swasembada beras karena tanpa adanya upaya yang sungguh-sungguh dalam menyiasati keadaan pangan yang semakin terpuruk, terutama dalam segi ekonomi dengan hubungannya dengan pendapatan dan keuntungan yang dapat diraih oleh petani, maka kondisi pangan (padi) semakin tergeser dalam perebutan lahan. Margin keuntungan dari tanaman pangan yang diperoleh oleh petani lebih rendah dibandingkan oleh pedagang. Kebijakan impor juga cukup berpengaruh terhadap harga yang cenderung merugikan petani. Minat para angkatan muda untuk bertani, khususnya padi semakin menurun dan lebih tertantang mencari kerja di kota (urbanisasi).


                                              Lahan kelapa sawit dari kalimantan

     Perkembangan kelapa sawit secara nasional berkembang di kawasan Indonesia Timur, yaitu Sumatera dan Sulawesi, kemudian merambat sekarang ke Kalimantan dan Papua. Areal kelapa sawit pada tahun 1979 mencapai 250.000 hektar meningkat pesat menjadi 2,975 juta hektar pada tahun 1999 atau 25 kali lipat. Kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak sejati unggulan pertanian negara-negara Asia, termasuk Indonesia dan Malaysia. Sebagai sumber devisa negara ekspor minyak kelapa sawit (CPO) pada tahun 2000 mencapai 4,1 juta ton dengan nila US$ 1.087 juta dan dalam bentuk minyak inti (PKO) mencapai 0,579 ton senilai US$ 239 juta. Perkiraan produksi sawit pada tahun 2005 akan mencapai 9,9 juta ton penigkatan hampir 2,5 kali lipat dalam kurun lima tahun (FP UNLAM, 2003).
Budidaya kelapa sawit di lahan rawa lebak mensyaratkan perlunya saluran pengatusan untuk menurunkan muka air genangan karena tidak dapat tumbuh dalam keadaan tidak terlalu lembap. Selain itu, juga memerlukan sinar matahari langsung dengan rata-rata penyinaran 5-7 jam/hari.














No comments:

Post a Comment