Daftar Laman

Monday, April 10, 2017

Ekosistem Persawahan Rawa Lebak

          Lahan rawa lebak sebagian besar dimanfaatkan untuk pengembangan budi daya padi yang dapat dipilah dalam pola (1) padi sawah timur (sawah rintak) dan (2) padi sawah barat (sawah surung). Sawah rintak pada musim hujan tergenang sehingga hanya ditanami pada musim kemarau. Apabila dimanfaatkan untuk tanam padi musim kemarau. Apabila dimanfaatkan untuk tanam padi surung (sawah surung = sawah yang ditanami musim hujan) maka persiapan dimulai selagi masih musim kering (macak-macak), yaitu sekitar bulan Spetember-Oktober dan panen pada bulan Januari-Februari pada saat air genangan cukup tinggi (1,0 - 1,5 m). Jenis padi rintak pada dasarnya adalah padi sawah pada umumnya dipersiapkan pada bulan April, tergantung keadaan genangan. Jenis padi surung adalah padi sawah air dalam, yang mempunyai ciri dan sifat khas, yaitu lebih tinggi dan dapat memanjang mengikuti kenaikan genangan.
          Lahan rawa lebak dangkal dapat ditanami dua kali setahun dengan pola tanam padi surung (umur 180 hari) tanam pertama dan padi rintak (padi unggul : berumur 110-115 hari) untuk tanam kedua. Tanam pertama dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember dan panen pada bulan April, sedangkan tanam kedua antara bulan Mei-Juni dan panen pada akhir kemarau Agustus-Oktober (Noor, 1996; Ar-riza, 2005).
          Ekosistem sawah berkaitan erat dengan perkembangan gulma yang bersifat merugikan bagi tanaman pokok, tetapi juga dapat menguntungkan dari segi ekologi. Pertumbuhan gulma yang bersifat merugikan bagi tanaman pokok, tetapi juga dapat menguntungkan dari segi ekologi. Pertumbuhan gulma di lahan rawa lebak cukup subur dan tumbuh sangat cepat sehingga memerlukan waktu tenaga yang cukup besar untuk pengendaliannya. Pada lahan rawa dengan jenis tanah sulfat masam yang disawahkan teridentifikasi sekitar 19 jenis gulma utama, sedangkan pada tanah gambut yang  disawahkan teridenfentifikasi sebanyak 17 jenis gulma utama. Gulma atau vegetasi yang merajai pada ekosistem sawah tanah sulfat masam antara lain Eleocharis acutangula (jenis purun), E. refrolaxa (jenis purun), dan Cyperus sphacelatus (campahiring), sedangkan pada sawah tanah gambut antara lain didapati Eleocharis acutangula (jenis purun),  Panicum repens (sempilang), Leercea hexandra (banta/kalamenta), Paspulum commersanii (kumpai mining) dan Cyperus sphacelatus (campahiring). Hasil produksi biomasa dari gulma ini berkisar 1,85-2,76 ton bahan kering per hektar (Balittra, 2001). Jenis gulma bangsa rumput yang tumbuh pada sawah lebak ini terdapat tidak kurang dari 45 species. (LP UNLAM, 2003).
          Dalam penyiapan lahan, gulma-gulma di atas ditebas dan dibenamkan sampai membusuk, kemudian disebarkan dipermukaan lahan. Persiapan lahan ini dalam istilah petani disebut dengan tajak-puntal-hampar, sementara disiapkan persemaian yang secara tradisonal disebut dengan taradak kemudian ampak.
          Beberapa jenis gulma lahan rawa lebak mempunyai arti penting sebagai sumber bahan organik dan hara antara lain Paspalidium punctatum (kumpai babulu) yang tumbuh lebat pada kondisi tergenang dengan kadar C-organik = 49,50%. N = 0,68%, P = 0,11%, dan K = 0,99%; Salvinia molesta (kiambang) mengandung C-organik = 41,79%, N = 2,58%, P = 0,28%, dan K = 0,80%; Rhynchospora corymbosa (kerisan) C-organik = 31,74%, N = 1,96%, P = 0,68%, dan K = 0,64% (Balittra, 2001). Produksi biomassa yang tinggi dari lahan rawa lebak ini oleh petani setempat dimanfaatkan sebagai mulsa dan bahan kompos yang pengelolaannya masih secara alami, khususnya untuk budi daya tanaman sayur dan umbi-umbian.











No comments:

Post a Comment