Daftar Laman

Sunday, June 11, 2017

LUAS DAN PENGGUNAAN LAHAN SULFAT MASAM

A. Luas Lahan Sulfat Masam di Dunia
     Luas lahan sulfat masam di dunia ditaksir antara 12-19 juta hektar (Beek et al., 1980; Langenhoff, 1986; Seiler, 1992). Survey tanah terbaru memperkirakan luas lahan sulfat masam di dunia sekitar 24 juta hektar (Mensvoort, 1996; Bosch et al., 1998). Berdasarkan data kompilasi dari berbagai sumber diperkirakan luas lahan sulfat masam di dunia adalah 19,35 juta hektar, di antaranya sekitar 10 juta hektar berada di kawasan tropika. Selain itu, masih terdapat sekitar 20 juta hektar lahan yang berpotensi lahan sulfat masam yang masih tertutup lapisan gambut atau endapan lain bukan sulfidik (Breemen, 1980). Kawasan terluas yang mempunyai lahan sulfat masam adalah Asia dan Afrika.


 

     Apabila dibandingkan dengan tipologi lainnya, lahan sulfat masam bagi masyarakat dunia dipandang tidak terlalu penting, tetapi bagi negara-negara yang mempunyai lahan sulfat masam cukup luas, seperti negara-negara di Asia, perhatian untuk pengembangan lahan ini cukup besar (Klein, 1986; Sieler, 1992;). Di kawasan tropika dan tropika basah, lahan sulfat masam sebagian besar terdapat di wilayah Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam), Asia Selatan (Bangladesh, India, dan Birma) dan Asia Timur (Jepang dan Korea), disusul kemudian Afrika Barat (Nigeria, Guinea, Sinegal dan Gambia) dan Amerika Selatan (Brazil, Venezuela, Guyana, dan Suriname). Secara keseluruhan, penyebaran tanah sulfat masam meliputi tidak kurang dari 35 negara di dunia dengan luas mencapai 19,35 juta hektar. Indonesia menduduki tempat teratas dengan luas sekitar 6,70 juta hektar.



     Selain umumnya terdapat di kawasan iklim tropika, lahan sulfat masam juga terdapat pada kawasan beriklim sedang (temprate) dengan luasan yang sempit, seperti Belanda, Inggris, Jerman, Denmark, Kanada, Skandinavia, Selandia Baru, Finlandia, Amerika Serikat, dan Australia Utara (Dent, 1986; Metson et al., 1973 dalam Seiler, 1992; Giani, 1993).




B. Luas Lahan Sulfat Masam di Indonesia
     Lahan sulfat masam di Indonesia tersebar meliputi daerah sepanjang pantai timur dan utara pulau Sumatera, pantai selatan dan timur pulau Kalimantan, pantai barat dan timur pulau Sulawesi, dan pantai selatan pulau Papua. Berdasarkan sigi tanah yang dilakukan Euroconsult (1984), luas lahan sulfat masam ditaksir 2,0 juta hektar, masing-masing 800 ribu hektar tersebar di pulau Sumatera, 575 ribu hektar di pulau Kalimantan, dan 625 ribu hektar di pulau Papua. Hasil sigi tanah yang dilakukan oleh puslittanak-Bogor (1990/91) menyatakan bahwa luas lahan sulfat masam di Indonesia sekitar 6,70 juta hektar atau 20% dari luas lahan rawa pasang surut dan rawa lebak atau 10% dari luas lahan basah.
     Luas lahan sulfat masam boleh jadi mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Mengingat kawasan rawa merupakan kawasan yang labil, rapuh dan senantiasa mengalami perubahan, baik karena perubahan alam (seperti kekeringan dan kebakaran lahan) maupun akibat perbuatan manusia, seperti reklamasi, pengatusan, dan pertanian yang intensif. Perubahan lahan dapat bersifat fisik maupun kimia, misalnya pH tanah menjadi masam. Peninjauan kembali terhadap hasil-hasil sigi yang terdahulu diperlukan untuk melihat perubahan. Hal ini mengingat sebagian lahan gambut yang mempunyai lapisan bawah (substratum) berupa marin ataupun pirit dapat berubah menjadi lahan sulfat masam apabila lapisan gambut mengalami penyusutan atau hilang terbakar.
     Sebagian tanah-tanah sulfida, termasuk lahan gambut terbuka yang mengalami degradasi dapat berubah menjadi tanah sulfat masam aktual dengan tingkat kemasaman akut (Notohadiprawijo, 1979; Suzuki et al., 1992, Furukawa, 1997). Tanah sulfat masam yang rusak atau tidak lagi dimanfaatkan, baik akibat bencana alam ataupun kesalahan pengelolaan banyak menjadi lahan terlantar (bongkor). Dilaporkan dari luas baku lahan pasang surut yang dibuka di Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat sekitar 40% atau 36 ribu hektar menjadi lahan bongkor disebabkan oleh sistem pengelolaan air yang buruk (Idjudin, 2000). Maas (2003) Memperkirakan 60-70% atau lebih dari 600 ribu hektar lahan rawa yang telah dibuka menjadi lahan bongkor.
FOTO 1......

C. Penggunaan Lahan Sulfat Masam
     Lahan sulfat masam sebagian besar masih berupa hutan mangrove dan umumnya ditumbuhi api-api (Avicennia sp.), perepat atau pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), berus (Bruguiera sp.), dan nipah (Nypa fruticans) di daratan pantai sampai igir pantai. Vegetasi api-api merajai wilayah salin, bakau dan berus merajai wilayah air tawar, sedang nipah umumnya berkembang antara wilayah air tawar, sedang nipah umumnya berkembang antara wilayah air tawar dengan salin atau dikenal sebagai vegetasi payau.
     Vegetasi yang umum didapati pada tanah sulfat masam potensial antara lain Phoenix paludoisa, Acrostichum aerium (piai), Acanthus ebracteatus (bayaman), Pluchea indica, Cyperus spp. (rumput rawa) dan sebagian kecil Nypa fructicans (nipah). Beberapa vegetasi, seperti piai (Achorosticum aureum), galam (Melaleuca leucadendron), dan purun (Eleocharis dulcis) menempati wilayah yang sudah terbuka atau terbakar. Galam merupakan vegetasi suksesi yang begitu muncul begitu sulfat masam dibuka. Vegetasi galam ini sekarang menguasai hampir sebagian besar lahan rawa yang terbuka, sedang purun tikus sering merajai kawasan terbuka dalam kondisi tumpat air dan umumnya mengalami pemasaman akut. Galam (Melaleuca, sp) paling banyak tumbuh di lahan rawa air tawar dan mengalami hambatan pertumbuhan apabila terjadi perubahan mutu air menjadi payau, misalnya karena penyusupan air laut. Menurut Bos dan Mensvoort, 1983 dalam Langenhoff (1986) galam (Melaleuca leucadendrom), rumput rawa (Paspulum, Ischaenum, Selereia peaformis, Cyperus spp.), alang-alang (Impera cylindrica), dan purun tikus (Eleocharis dulcis) umumnya menempati tanah sulfat masam aktual.
     Luas sulfat masam yang digunakan untuk pertanian di Indonesia tidak lebih dari 50% dari luas yang telah direklamasi. Luas lahan rawa yang berpotensi untuk pertanian sekitar 9,53 juta hektar. Luas lahan rawa yang telah dibuka atau direklamasi baru sekitar 4,19 juta hektar, di antaranya 1,18 juta hektar dibuka oleh pemerintah dan 3,0 juta hektar oleh masyarakat setempat secara swadaya. Dari keseluruhan lahan rawa yang dibuka baru 1,53 juta hektar yang ditanami, sebagian besar untuk tanaman pangan di antaranya 0,80 juta hektar berupa lahan pasang surut dan 0,73 juta hektar berupa lahan lebak (Balittra, 2001). Apabila lahan rawa pada Proyek LPG Sejuta Hektar dimasukkan, potensi luas lahan rawa yang telah dibuka sekarang mencapai 5 juta hektar.
    Pemilihan rawa untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian atau sumber pertumbuhan baru produksi pertanian, khususnya pangan dikarenakan antara lain: (1) ketersediaan air yang melimpah, (2) topografi yang nisbi datar. (3) mudah diakses dengan melewati sungai sebagai alur lalu lintas sehingga meringankan biaya infrastruktur, dan (4) pemilikan lahan dapat ideal dengan luas 2-3 juta hektar per rumah tangga petani.
     Pemanfaatan lahan rawa yang telah dibuka oleh pemerintah sampai tahun 1994/1995 umumnya untuk program transmigrasi, meliputi persawahan seluas 688.741 hektar, tegalan 231.044 hektar, dan pemanfaatan lainnya 261.091 hektar. Pemanfaatan lahan sulfat masam untuk pertanian diperkirakan tidak lebih dari 0,5 juta hektar. Hasil sigi dan identifikasi potensi pengembangan tanaman pangan (padi) di enam wilayah pengembangan lahan pasang surut menunjukkan hanya sekitar 50-60% dari lahan sulfat masam yang dibuka untuk usaha tani, khususnya padi.
     Wilayah rawa pasang surut yang paling luas dimanfaatkan adalah lahan bertipe A, sedang wilayah yang berpotensi menjadi lahan tidur adalah tipe C. Adapun wilayah lebak yang luas dimanfaatkan umumnya adalah lebak dangkal terutama pada musim hujan, sedang lebak tengahan dan lebak dalam banyak dimanfaatkan hanya pada musim kemarau.
     Beberapa negara berhasil mengembangkan tanah sulfat masam menajdi lahan produktif baik untuk tanaman pangan, perkebunan, ataupun padang gembala (rumput ternak). Uraian berikut ini mengemukakan secara singkat tentang keberadaan dan penggunaan lahan sulfat masam di beberapa negara yang mempunyai hamparan cukup luas, seperti Vietnam, Thailand, Bangladesh, Malaysia, dan Afrika Barat


Daftar Pustaka
Noor, Muhammad."LAHAN RAWA : SIFAT DAN PENGELOLAAN TANAH BERMASALAH SULFAT MASAM". 2004. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.